KREATIF MASYARAKAT

Sempat Terseok Dihantam Pandemi, Anyaman Limbah Tali Plastik Tetap Bertahan

Diterbitkan

-

Memontum Probolinggo – Salah satu perajin anyaman limbah tali plastik, Sutanto (60), asal Kelurahan Kademangan, Kecamatan Kademangan, Kota Probolinggo mengutarakan perjalanannya mempertahankan usaha yang sudah dirintisnya selama puluhan tahun ini, dirasa sangat berat ketika dihantam Pandemi Covid-19.

Disini setiap hari memproduksi anyaman berbahan limbah tali plastik, seperti tempat kranjang sampah, tempat tisu, keranjang, tudung saji, kotak aksesoris, gazebo dan lain-lain, Kamis (19/08).

Baca juga:

    Pada periode Maret – Agustus lalu merupakan periode tersulit dalam perjalannya sebagai perajin. Karena saat itu, angka penderita Covid-19 di Indonesia sedang mengalami kenaikan dan terjadi Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di beberapa kota.

    Akibat pademi pada bulan-bulan itu, dirinya kehilangan pendapatan, karena sama sekali di saat itu, lanjut Sutanto, tidak memikirkan hilangnya omset. Tetapi lebih memikirkan bagaimana nasib para pegawainya yang berjumlah 8 orang agar tidak sampai kehilangan pekerjaan.

    Advertisement

    Beruntung saat itu masih ada pesanan meski dalam jumlah sangat terbatas. “Paling pesanan hanya 40 persen saja, itu pun menyelesaikan sisa pesanan sebelum juga saat pandemi,” jelasnya.

    Dilema lain, ketika ada pesanan dalam jumlah cukup lumayan, namun disisi lain ekspedisi pengiriman barang banyak yang tidak beroperasi. Jika pun ada, maka harganya cukup tinggi.

    Sutanto menambahkan, Sekalipun metode penjualan lewat kanal daring telah diadopsi, Sutanto mengatakan pelaku usaha tetap akan kesulitan mempertahankan bisnis dalam jangka panjang.

    “Bagaimanapun penjualan lewat metode take away dan online tidak bisa menggantikan dine-in. Selain itu tidak semua jenis produk bisa dipasarkan secara daring,” tambahnya.

    Advertisement

    Demi mencegah tekanan ekonomi yang makin buruk, Sutanto menyarankan agar pemerintah mengambil langkah tegas dalam implementasi kebijakan. Dia menyebutkan pembatasan yang berlaku acap kali hanya sebatas pengumuman tanpa diiringi dengan penegakan aturan di lapangan.

    Dampak ini juga tak bisa dihindari oleh bisnis restoran dan rumah makan berskala UMKM. Laporan Kementerian Koperasi dan UKM menyebutkan bahwa sekitar 60 persen UMKM bergerak di bidang pangan. (geo/ed2)

    Advertisement
    Click to comment

    Tinggalkan Balasan

    Terpopuler

    Lewat ke baris perkakas